Semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat Indonesia pada DPR semakin hari semakin menjadi. Kelakuan bodoh para anggota Dewan "terhormat" itu semakin hari semakin mengecewakan. Saya tidak perlu lagi menyebutkan apa saja "dosa-dosa"para Dewan itu pada rakyat, karena itu semua bisa kalian tonton di media tiap hari. Apa yang saya ingin tulis disini adalah mengenai masih/ tidaknya lembaga DPR ini dibutuhkan.
Dalam sistem politik, ada 3 unsur utama, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Legislatif berfungsi membuat Peraturan, Eksekutif bertugas menjadi pelaksana peraturan, sementara Yudikatif sebagai pengawas. Jika dilihat dari 3 aspek yang sudah saya definisikan tersebut, saya tidak melihat itu berjalan dengan baik, terutama fungsi Legislatif yang dijalankan oleh DPR, sama sekali tidak berjalan. Produktivitas DPR dalam menciptakan undang-undang sangatlah buruk, hasilnya peraturan-peraturan justru lebih banyak dikeluarkan oleh pihak eksekutif, contohnya saja Peraturan Pemerintah, keputusan menteri, dll. Lantas apa fungsi DPR sekarang? aah..silakan anda jawab sendiri.
Bayangkan saja, gaji + tunjangan anggota DPR bersihnya Rp. 57,6 juta per bulan, ini angka bersih setelah potong pajak dan iuran. Dengan gaji sebesar itu, mereka masih juga meminta "penghormatan" dari rakyat, misalnya mereka tidak ikut antri, mereka mendapatkan prioritas di dalam transportasi umum, bahkan lebih edannya lagi (ini menurut Roby Johan) para anggota dewan ygterlaknat terhormat ini seringkali meminta tiket konser gratis. Bayangkan, dengan gaji sebesar itu, para anggota DPR ini masih minta tiket konser gratis.
Lantas apa solusinya?yuk kita lihat sejarah Athena.
Di Athena ini, embrio-embrio demokrasi mulai terbentuk. Nama sistemnya adalah Ostrakisme. Ostrakisme adalah demokrasi yang unik, modalnya tulang sapi.
Bayangkan saja, gaji + tunjangan anggota DPR bersihnya Rp. 57,6 juta per bulan, ini angka bersih setelah potong pajak dan iuran. Dengan gaji sebesar itu, mereka masih juga meminta "penghormatan" dari rakyat, misalnya mereka tidak ikut antri, mereka mendapatkan prioritas di dalam transportasi umum, bahkan lebih edannya lagi (ini menurut Roby Johan) para anggota dewan yg
Lantas apa solusinya?yuk kita lihat sejarah Athena.
Di Athena ini, embrio-embrio demokrasi mulai terbentuk. Nama sistemnya adalah Ostrakisme. Ostrakisme adalah demokrasi yang unik, modalnya tulang sapi.
Warga kota yang tidak puas dengan kinerja anggota dewan, akan menuliskan nama anggota dewan tersebut di atas tulang sapi sisa makan. Selain Tulang sapi, biasanya juga digunakan potongan gerabah/ tempayan yang ditulisi nama pejabat yang tidak becus. Tulang sapi/ gerabah itu disebut dengan nama "Ostrakon". Selanjutnya, tulang sapi ini dicemplungin ke dalam kolam di pusat kota. Setelah sekian bulan, warga kota akan berkumpul untuk menguras kolam tersebut dan kemudian ostrakon yang ada akan dihitung satu per satu. Seluruh warga kota akan menghadiri acara ini, oleh karena itu pengawasannya ketat sekali, tidak ada kecurangan dalam menghitung.
Nah, pejabat yang mendapatkan lebih dari 6000 suara, akan mendapat hukuman. Hukumannya selain harus melepaskan jabatannya, juga harus meninggalkan kota/ mengasingkan diri selama 10 tahun. Setelah penghitungan, pejabat yang mendapat hukuman diberi waktu selama 10 hari untuk segera meninggalkan kota. Selama 10 tahun tersebut, pejabat itu tidak boleh menampakkan diri di kota, kalau melanggar, hukum mati. Namun begitu, selama dalam masa hukuman tersebut, Harta dan keluarga pejabat akan dilindungi. Status warganya juga tetap utuh selama masa pembuangan. Dengan kata lain, sesudah masa hukuman berakhir, haknya sebagai warga kota akan tetap sama. Dia bahkan boleh di[ilih kembali. Dengan sistem Ostrakisme ini, Demokrasi Athena ditegakkan, karena pejabat dipilih dan dicopot oleh rakyat.
Nah sekarang kita balik ke Indonesia zaman sekarang. Ada wacana dari beberapa kelompok masyarakat tertentu yang mengusulkan untuk dibuat semacam black list bagi anggota DPR yang nakal, bentuknya online. Dibuat dalam bentuk web dengan format yang mirip wikipedia. Jadi, nantinya setiap "kesalahan" anggota DPR itu akan di masukkan dalam website tersebut, untuk selanjutnya di publikasikan. Harapannya agar ada efek jera dan efek malu bagi anggota DPR jika berbuat salah. Usul pembuatan "black list" ini jadi mirip dengan cerita Ostrakisme dari Athena yang saya paparkan di atas bukan? menurut kalian sendiri gimana?
Nah sekarang kita balik ke Indonesia zaman sekarang. Ada wacana dari beberapa kelompok masyarakat tertentu yang mengusulkan untuk dibuat semacam black list bagi anggota DPR yang nakal, bentuknya online. Dibuat dalam bentuk web dengan format yang mirip wikipedia. Jadi, nantinya setiap "kesalahan" anggota DPR itu akan di masukkan dalam website tersebut, untuk selanjutnya di publikasikan. Harapannya agar ada efek jera dan efek malu bagi anggota DPR jika berbuat salah. Usul pembuatan "black list" ini jadi mirip dengan cerita Ostrakisme dari Athena yang saya paparkan di atas bukan? menurut kalian sendiri gimana?
No comments:
Post a Comment