Keputusan

Otak adalah mesin biologis yang sangat rumit. Dunia nyata ini teramat kompleks, sehingga seleksi alam mengkaruniai kita otak yang sangat pluralis. Setiap yang kita lakukan dengan sadar atau tidak kita sadari sepenuhnya, sesungguhnya itu adalah hasil keputusan kerja otak kita. 

Selama ribuan tahun, manusia ingin tahu bagaimana cara kita membuat satu keputusan. Berabad-abad, para pemikir dan pilsup filsuf, mencoba merumuskan tentang proses pembuatan keputusan dengan mengamati perilaku manusia dari luar. Ini karena pemikir dan filsuf saat itu tidak dapat meneliti otak, sehingga mereka terpaksa mendasarkan pada asumsi-asumsi. Padahal asumsi-asumsi tentang pembuatan keputusan itu belum pernah diuji tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam otak manusia. Sejak zaman Yunani kuno, asumsi itu selalu berkutat pada satu tema tunggal, bahwa manusia adalah organisma yang rasional. Saat membuat keputusan, manusia sering diasumsikan menganalisa berbagai pilihan secara sadar, menimbang kelebihan maupun kekurangannya secara seksama. Dengan kata lain, kita diasumsikan sebagai organisme yang logis, yang berhati-hati. Ide sederhana ini melandasi filsafat Plato dan Socrates. Ini juga yang mengarahkan riset-riset tentang kognisi selama puluhan tahun.

Aaaah..persetan dengan semua teori itu. Ini adalah keputusan saya. Bukan keputusan kamu. Karena saya adalah bagian dari organisme yang logis. Karena semua asumsi ini berdasarkan atas analisa dengan pertimbangan kelebihan-kekurangan. Dan bahkan ketika itu tidak logis, kamu tidak berhak melarang saya, kamu juga tidak berhak mengatur-atur hidup saya. Semua "jebakan" yang kamu tujukan pada saya, agar kamu bisa "menguasai" saya, itu sia-sia saja. Karena saya tidak mau kamu terus-terusan mengatur saya. 

Persetan dengan kamu. Persetan dengan semua ucapanmu. Ini adalah hidupku. Ini adalah keputusanku. Bukan keputusanmu.