Monday, May 23, 2011

Mengenal fenomena "Bubble"

Saya tidak akan terlalu banyak mengulas teori bubble, silakan kalian cari sendiri di google. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa banyak orang yang terjebak dalam fenomena ini. Gini, beberapa hari lalu teman saya sms, intinya dia nyari tokek dengan ukuran tertentu untuk dijual kembali (konon harganya milyaran). Sebenarnya, saya sudah mengetahui berita tentang melambungnya harga tokek sejak 2 tahun lalu, hanya saja saya tidak terlalu tertarik dengan bisnis ini. Oh iya, sekedar info, saya berkecimpung dalam dunia pemeliharaan reptile sejak 2005, jadi sedikit banyak saya tau mengenai dunia reptile termasuk para penghobinya. Makanya info harga tokek yang melambung sudah saya ketahui sebelumnya, hanya saja saya tidak tertarik karena itu salah satu dari fenomena bubble.

Saya coba jelaskan bubble dalam bahasa yang sederhana aja ya, untuk lebih jelasnya kalian cari di google. Bubble adalah fenomena menggelembungnya harga suatu barang secara tidak terkendali dan bahkan bisa irasional, hingga pada titik tertentu bubble ini meledak. Analoginya seperti gelembung yang mengembang terus menerus, pada waktunya gelembung itu tetap akan meledak. Sederhananya gini, harga terbentuk karena ada permintaan atas suatu produk/ jasa. Ketika permintaan meningkat sedangkan pasokan tidak mencukupi, maka harga naik, begitu juga sebaliknya, jika pasokan banyak tapi permintaan sedikit, otomatis harga turun. Ketika permintaan banyak dan produsen meningkatkan produksi, harga kembali normal.  Ketika permintaan meningkat dan produsen telat meningkatkan pasokan, harga terus naik.
Nah ini yang terjadi pada harga tokek. Ketika ada rumor bahwa harga tokek melambung tinggi, maka orang-orang yang tadinya jijik pada tokek, malah tertarik pada harga tokek. Ketika orang-orang mulai tertarik, maka permintaan meningkat. Orang yang sudah punya tokek 5, jadi ingin punya 10. Yang sudah punya 3, jadi ingin punya 5. Yang belum punya, jadi ingin punya 1 ekor. Masalahnya, ketika tokek tersebut sudah dimiliki, tokek itu mau dijual kemana? apakah ada orang yang mau membeli dengan harga fantastis seperti rumor tersebut?

Ciri khas dalam fenomena bubble adalah informasi yang dilebih-lebihkan. Misalnya, si X menjual tokek dengan harga sekian milyar. Atau tokek si Y sudah ditawar sekian milyar, tapi ga dikasih. Informasi harga yang irasional seperti ini akan dimakan mentah-mentah oleh masyarakat. Akibatnya semua menjadi tertarik.

Ketika bisnis ini dibuat seolah menggiurkan, semakin banyak orang yang memulai bisnis tokek. Orang-orang mulai mencari tokek di hutan, di rumah-rumah tua, dll. Dengan banyaknya orang yang banyak mencari tokek, maka pasokan tokek semakin meningkat. Ketika pasokan tokek meningkat, orang yang mau membeli tokek mulai berpikir : Apa kegunaannya? Apa keuntungannya? Apakah sebanding dengan harganya?. 

Ketika orang mulai berpikir seperti itu, maka banyak orang yang mulai menahan keinginannya untuk memiliki tokek. Nah, disini para pebisnis tokek mulai panik. Para pemilik tokek mulai kebingungan, mau dijual kemana tokeknya?kok ga ada yang beli? ketika itu terjadi, mereka mulai akan membanting harga tokek. Ini disebut dengan The Law of Diminishing Return.

Fenomena ini terjadi pada banyak hal, biasanya flora dan fauna, kenapa?karena perawatannya sampe memenuhi kriteria tertentu itu cukup panjang. Jadi, harga akan mencapai titik irasional sebelum persediaan terpenuhi.

Nah, fenomena ini sudah terjadi pada banyak hal, dalam buku "walk down behind the wallstreet" (kalo ga salah), dibahas fenomena bubble dari masa ke masa, dimulai sejak tulip mania di Belanda. Di Indonesia sendiri sudah banyak fenomena yang menjadi bubble diantaranya ada ayam kate pada tahun 1970-an, ikan louhan, aunthurium, dll. Beberapa waktu lalu juga ada fenomena bubble dalam harga cabai, ketika cabai naik harganya ke angka lebih dari 100 ribu, semua petani menanam cabai, ketika stok cabai meningkat, harga turun drastis. Banyak petani yang sudah terlanjur beralih ke cabai, menjadi stress.

Beberapa waktu lalu, majalah "The Economist" juga membahas kemungkinan terjadinya bubble pada dunia pendidikan perguruan tinggi, meskipun masih diperdebatkan. Oh iya, ada prediksi bahwa harga emas juga akan mengalami bubble, jadi untuk kalian yang investasi emas, harap hati-hati, selalu peka pada kemungkinan-kemungkinan harga emas. Beberapa waktu lalu, George Soros mulai menjual emas-emasnya.

Banyak peneliti yang percaya bahwa fenomena bubble hanya bisa diteliti secara ekonomi dan psikologi, namun akhir2 ini banyak yang mulai meneliti dari segi antropologi.

Oke, sesuai janji saya di awal, saya ga akan banyak2 bahas teorinya, yang penting pelajari polanya, jangan pernah terjebak. Ini ada beberapa tips yang mungkin bisa membantu :
  1. Informasi yang dihembuskan biasanya seringkali dibumbu-bumbui dengan hal-hal mistis, misalnya membawa hoki, penolak bala, dll.
  2. Selalu disertai berita-berita yang tidak jelas sumbernya. Misalnya, ada orang yang beli tokek sampe seharga Rp. 917, 12 Milyar, nah masalahnya siapa orang yang beli?beli ke siapa?siapa yang jual?, informasi-informasi ini tidak jelas sumbernya. Bayangkan, jika ada orang yang melakukan transaksi sebesar itu untuk satu ekor tokek, seharusnya beritanya sudah sampai ke media, bahkan mungkin harus masuk ke guinness world of record.
  3. Harga yang irasional. Bayangkan saja harga mencapai milyaran hanya untuk seekor tokek. Irasional disini berarti tidak sebandingnya harga dengan nilai barang yang dibeli, tidak jelas kegunaannya, tidak jelas keuntungannya.
Sudah banyak orang yang terjebak pada fenomena bubble, banyak yang bangkrut hanya karena menelan informasi mentah-mentah. Saya pun dulu pernah ikut "tertipu" oleh bisnis ikan Lou Han. Tapi, pada waktu itu saya tidak terlalu rugi, karena sebelum bubble pecah, saya masih sempat menjualnya. Nah, sekarang siapa lagi yang mau bisnis tokek?




No comments:

Post a Comment