Banyak orang yang salah kaprah dalam mendefinisikan Kapitalisme. Banyak yang mengira kapitalisme adalah suatu sistem politik, padahal dalam kenyataannya, kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi. Berawal dari Faham Liberal, jika diterapkan dalam dunia politik maka disebut Demokrasi, jika masuk dunia ekonomi disebut Kapitalisme. Kapitalisme hanya sebuah misnomer, aslinya aliran itu disebut dengan liberalisme ekonomi, jadi prinsipnya kemerdekaan. Jadi, kalau kapitalis menjalankan pemerintahan, apakah mereka membiarkan ekonomi orang lain? jawabannya tidak. Maka, Kapitalis yang menjalankan pemerintahan sudah bukan kapitalis lagi karena mereka mereduksi kebebasan ekonomi orang lain. Mengapa begitu? karena pemerintahan mempunyai kemampuan khas, kemampuan membebankan pajak, ini adalah kemampuan yang mustahil dimiliki oleh entitas manapun. Kunci kemakmuran terletak pada informasi, maka kapitalis yang berada di pemerintahan sesungguhnya sudah melakukan monopoli informasi. Dan karena monopoli bertentangan dengan semangat persaingan yang menjadi jiwa liberalisme ekonomi, maka tidak pantas lagi disebut kapitalis. Sikap anti monopoli ini juga yang membedakan liberalisme ekonomi dengan sosialisme ekonomi, karena dalam sosialisme ada pembenaran monopoli.
Derajat sosialisme terletak pada seluas apa monopoli diberikan oleh pemerintah, biasanya terkait dengan perencanaan, produksi dan distribusi. Kalau monopoli pemerintah pada perencanaan saja, maka disebut sosialisme pasar, karena produksi dan distribusi dipegang oleh Non-Pemerintah, contohnya : Perancis dan Skandinavia. Kalau monopoli pemerintah ada pada perencanaan dan produksi, sementara distribusi dipegang swasta, ini disebut Sosialisme Negara, contoh : China dan Singapore. Kalau monopoli pemerintah ada pada Perencanaan, Produksi dan Distribusi, ini disebut sosialisme komunis, contoh : Uni Soviet dan Korea Utara. Yang terjadi pasca runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 adalah bergeraknya negara-negara sosialis komunis menuju sosialisme negara dan sosialisme pasar. Bagi Polandia yang sudah "capek" diatur-atur Uni Soviet, terjun ke pasar bebas lebih bersifat memerdekakan. ekonomi Polandia cenderung lebih cepat beradapatasi. Tapi bagi Russia yang menjadi inti dari Uni Soviet, ternyata masyarakat masih sangat bergantung pada birokrasi, susah beradaptasi. Makanya, keadaan Polandia dan Russia saat ini sangat berbeda, Polandia terjun ke pasar bebas, sementara Russia "bebas" ke Sosialisme Negara.
Jadi, kalau mau memeriksa ekonomi suatu negara itu sosialis atau liberal, perhatikan aspek Perencanaan, Produksi dan Distribusinya. Nah, lantas apakah Liberalisme Ekonomi (baca : kapitalisme) juga punya derajat seperti sosialisme ekonomi? ya tentu saja. Selalu ada nuansa dalam kebebasan. Walaupun secara perencanaan, produksi dan distribusinya dikuasai oleh swasta, namun tetap perlu diperhatikan derajat monopolinya. Kalau swastanya kuat namun terbagi dalam kelompok-kelompok kecil bisnis keluarga, ini tidak bisa disebut 100% kapitalis. Indonesia termasuk golongan negara seperti ini, swasta kuat yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil bisnis keluarga. Tapi kalau di Indonesia terkait erat dengan rendahnya budaya enterpreneurship penduduk Indonesia.
Uniknya, selain budaya enterpreneurship rendah, entah kenapa orang Indonesia ini senang sekali melibatkan diri dalam birokrasi, buktinya?banyak orang yang berebut jadi PNS. Mungkin ini warisan penjajah Belanda, dimana cara untuk bisa naik kasta sosialnya adalah dengan menjadi birokrat. Belanda saat itu jumlahnya sangat sedikit, mustahil menguasai Nusantara yang luas sekali, makanya mereka mengandalkan jaringan birokrasi yang mayoritas diisi warga lokal. Di Jawa, sistem ini terangkai erat dengan feodalisme, hingga muncul konsep "priyayi" yang lama kelamaan mengalami degradasi. Mungkin kalian bisa coba baca novel "Sang Priyayi" yang ditulis oleh Umar Khayam, tentang bagaimana konsep Priyayi berubah seiring waktu.
Nah kalau ada yang tanya konsep Ideologi ekonomi yang digunakan Indonesia sekarang apa, secara tubuh adalah liberal, tapi secara jiwa sosialis. Kenapa? karena kebanyakan Orang Indonesia inginnya bebas, tapi sesudah bebas malah pengennya ngatur-ngatur orang lain.
Oke, kita balik lagi. Apakah ada yang benar-benar liberal secara ekonomi dan ideologi? jawabannya ada, ini disebut dengan Anarcho-Capitalism. Apakah pernah ada yang melangsungkan Anarcho-Capitalism? jawabannya ada, yaitu kelompok kecil masyarakat Eslandia dan saat pemerintahan 7 kota Belanda.
Jadi kalau saya coba sederhanakan, "Apakah seseorang berani berkompetisi?" jika jawabannya Ya, berarti dia penganut ekonomi liberal. Orang yang tidak bersedia berkompetisi, tidak pantas disebut liberal, apalagi kapitalis. Nah, ini mulai masuk ke urusan Human Capital, apa yang sedang saya pelajari sekarang. Next time saya coba bahas Human Capital.
Udahan dulu yah. Biar ga kepanjangan. :)
Uniknya, selain budaya enterpreneurship rendah, entah kenapa orang Indonesia ini senang sekali melibatkan diri dalam birokrasi, buktinya?banyak orang yang berebut jadi PNS. Mungkin ini warisan penjajah Belanda, dimana cara untuk bisa naik kasta sosialnya adalah dengan menjadi birokrat. Belanda saat itu jumlahnya sangat sedikit, mustahil menguasai Nusantara yang luas sekali, makanya mereka mengandalkan jaringan birokrasi yang mayoritas diisi warga lokal. Di Jawa, sistem ini terangkai erat dengan feodalisme, hingga muncul konsep "priyayi" yang lama kelamaan mengalami degradasi. Mungkin kalian bisa coba baca novel "Sang Priyayi" yang ditulis oleh Umar Khayam, tentang bagaimana konsep Priyayi berubah seiring waktu.
Nah kalau ada yang tanya konsep Ideologi ekonomi yang digunakan Indonesia sekarang apa, secara tubuh adalah liberal, tapi secara jiwa sosialis. Kenapa? karena kebanyakan Orang Indonesia inginnya bebas, tapi sesudah bebas malah pengennya ngatur-ngatur orang lain.
Oke, kita balik lagi. Apakah ada yang benar-benar liberal secara ekonomi dan ideologi? jawabannya ada, ini disebut dengan Anarcho-Capitalism. Apakah pernah ada yang melangsungkan Anarcho-Capitalism? jawabannya ada, yaitu kelompok kecil masyarakat Eslandia dan saat pemerintahan 7 kota Belanda.
Jadi kalau saya coba sederhanakan, "Apakah seseorang berani berkompetisi?" jika jawabannya Ya, berarti dia penganut ekonomi liberal. Orang yang tidak bersedia berkompetisi, tidak pantas disebut liberal, apalagi kapitalis. Nah, ini mulai masuk ke urusan Human Capital, apa yang sedang saya pelajari sekarang. Next time saya coba bahas Human Capital.
Udahan dulu yah. Biar ga kepanjangan. :)
No comments:
Post a Comment