“Kalau ini jari telunjuk,” Kata seorang anak mengacungkan sebuah jari, menunjuk ke atas. “Buat nunjuk Tuhan di atas surga.” katanya
“Kalau ini ibu jari,” lanjutnya, “Seperti OK?”dia mempraktekan fungsi ibu jari
“Kalau ini jari manis,” senyumnya sambil mengelus pelan jari yang ideal itu, “Nanti kalau menikah cincinnya dipasang di sini.”
“Kalau ini kelingking,” keempat jarinya ia tekuk, sisa si kecil yang kurus di ujung tangan, “Paling kecil, paling lemes, tapi paling imut."
“Kalau ini?” Tanya temannya
Dengan tegas ia mengacungkan sebuah jari terpanjang dari tangannya. Tepat di depan wajahku.
Aku tertawa, “Dia beda, gak punya nama keren. Ya namanya cuma jari tengah aja.”
Aku menurunkan jari tengahnya yang masih terpampang di depan hidungku, terganggu. Untuk orang yang telah hidup lama, jari itu memang emblem ketidaksopanan.
Tapi ia mengeleng.
"Jari ini hanya kamu angkat untuk orang-orang yang menginjak harga dirimu" lanjutnya
anomie?
You tell me.
*Ketika kekuatan emosi memuncak pada suatu titik dan mendistorsi harga diri jari tengah.
No comments:
Post a Comment