Thursday, November 17, 2011

Aku dan Kamu

Kamu. Masih bisakah kamu mendengarku?Jelaskah?Samarkah?
Aku tau kamu tidak akan menjawab. Karena pada akhirnya cuma aku sendirilah yang akan menjawab pertanyaanku itu. What a silly stupid man.



Kamu masih ingat jalan ini?
Jalan yang sama yang sering kita lalui. Sering kita meluangkan waktu sepersekian detik untuk melihat hamparan sungai itu, menyaksikan beberapa orang melintas di seberang jalan sementara kita terus melaju. Kita sering sekali mengomentari hal-hal yang seharusnya tidak perlu dikomentari. Hal-hal kecil yang bodoh untuk dipertanyakan. Dan justru karena hal bodoh itulah aku sering mengingatmu dan bahkan rasanya seperti hujan di musim kemarau. Tiba-tiba saja aku teringat padamu, padahal sebelumnya tak sedikitpun terlintas di pikiranku apapun tentang kamu. Itu tiba-tiba saja datang menghujaniku saat aku melintas  dan menyusuri jalan itu. Selalu saja ada kamu di kepalaku. Ya, pastinya karena hal-hal bodoh itu.

Kamu dan aku memang hanya berbatas dinding. Dinding yang kamu bangun sejak tawa sudah  tak lagi menjadi teman kita. Sejak sedih  menjadi sahabatku dan kamu mulai akrab dengan egomu, dinding itu semakin tinggi menutup mata dan telingamu dari apapun. Dan karena itu dunia kita terbagi dua : Duniaku-Duniamu.

Jika boleh aku bilang, sejak kamu menyiapkan kotak hati baru di tengah-tengah kita, aku seperti puzzle yang jatuh terhempas ke bawah dan bagian-bagiannya berserakan di atas lantai. Dan puzzle itu adalah hatiku. Hati yang kamu isi hari demi hari. Kamu susun satu  persatu hingga aku merasa utuh dan sempurna. Sampai suatu ketika Tuhan menyadarkanku bahwa hanya Dia-lah satu-satunya yang menentukan ceritanya. Bukan kamu, aku, apalagi kita.

Kini aku mulai terbiasa berbicara dengan dinding pembatas kita. Bercanda dan bercerita kepadanya. Memang aku hanya bicara, tapi aku tahu kamu yang ada di seberang sana sedang mendengarnya. Aku yakin kamu mendengarnya, karena hati kamu lebih peka dari sekedar telinga.

Ya, dinding pembatas ini mungkin memang seharusnya ada, agar kamu dan aku saling mengerti bahwa apa yang selama ini kita anggap baik, ternyata tidak selalu baik di mata Tuhan. Dan apa yang menurut kita buruk ternyata tidak demikian di mata Tuhan. Untuk kita, Tuhan tahu mana yang baik dan buruk. Dan kita? tidak.

Aku dan kamu. Kita dekat, tapi seperti berada di dua benua.

No comments:

Post a Comment